Musim gugur ke-5 sejak dia pergi meninggalkanku.
Aku meletakkan setangkai mawar putih di atas gundukan tanah yang berbatas keramik putih yang terlihat dingin itu. Sebuah foto terbingkai indah di bagian depannya. Seorang namja dengan senyumnya yang tidak akan pernah bisa kulupakan.
“Sungjin Oppa, apa kabar?” tanyaku berbisik, tanpa bisa kucegah tetesan air mata mulai mengalir di pipiku.
“Aku sudah diterima kerja Oppa.. Kau tau dimana?”
Aku terdiam sebentar, “Di Sendbill Oppa! Aku berhasil bekerja di perusahaan keluargamu! Kau ingatkan dulu, kau selalu menyuruhku belajar bagus-bagus biar nanti kita bisa sama-sama bekerja di Sendbill. Aku menepati janjiku Oppa..”
Aku terdiam, selanjutnya hanya air mata yang bisa kukeluarkan, aku tidak mampu bicara apa-apa lagi, bayangan kenangan kami bersama terputar jelas dikepalaku. Aku terisak di pusara itu. Daun-daun cokelat mulai berjatuhan karena angin yang cukup kencang, dingin, hanya itu yang kurasakan, sama dengan hatiku yang dingin.
“Sungjin Oppa, saranghaeyo..” ucapku lalu menghapus air mata yang ada dipipiku.
“Dia sangat beruntung ya..” ucap seseorang dibelakangku.
Aku langsung berbalik untuk melihat siapa namja yang ada dibelakangku. Sesaat kupikir aku melihat hantu, aku hanya terpaku tidak mampu berkata apa-apa. Aku berdiri untuk bisa memperhatikan wajah orang itu dari dekat. Wajah itu..
“Apa kau masih ingat aku EunGi-ya?” tanyanya.
“Sungjin Oppa..” gumamku pelan, masih belum sepenuhnya sadar.
Namja itu tertawa sedikit, “Aku Sungmin,” ucapnya.
Aku kembali meneteskan air mata, “Ah..” gumamku sambil mengangguk, terlalu mirip, bagaimana mungkin di dunia ini tercipta dua orang yang sangat mirip?
“Kau masih terus kesini rupanya,” ucapnya melihat ke arah foto Sungjin, aku mengangguk, mengikuti arah pandangnya. “Dia sangat mencintaimu..”
“Ara..” jawabku pelan, aku menangis lagi.
“Apa kau sudah mau pulang?” tanyanya.
“Hmm,” aku mengangguk.
“Biar kuantar,” tawar Sungmin.
“Gwaenchana Sungmin-ssi, aku bisa pulang sendiri,” tolakku.
“Aku tau kau bisa pulang sendiri,” ucapnya membuatku bingung, “Tapi aku ingin mengantarmu, apa kau keberatan?” tanyanya membuatku melihat ke arahnya.
Aku, tanpa sengaja, menatap matanya. Berbeda, tatapan mata itu tidak seperti tatapan mata Sungjin Oppa. Tatapan matanya seperti menyihirku untuk tidak bisa menolak permintaannya.
“Ayo,” ajaknya menarik tanganku, aku mengikutinya.
*
Getaran handphoneku membangunkanku dari tidur nyenyakku. Aku meraih handphoneku dan tanpa melihat caller id aku langsung mengangkat teleponnya.
“Yoboseyo Oppa, kau sudah bangun?”
Aku tersenyum senang, suara yeoja ini selalu sanggup membuat energiku terkumpul penuh. Aku mengerang sedikit.
“Oppa, ireonaaaa,” teriaknya diseberang sana, “Kita ada rapat dengan Spire Corporation pagi ini.”
Aku tersenyum lagi, sebenarnya tanpa diingatkan juga aku tau jadwalku, tapi entah kenapa tidak lengkap rasanya jika yeoja yang satu ini tidak mengingatkan jadwalku di pagi hari.Aku sangat menyukai perhatiannya.
“Aku sudah bangun EunGi-yaa..” jawabku.
“Hmm, good!” balasnya, “Baiklah, aku siapkan bekalmu dulu Oppa.”
Oke, lagi-lagi aku tersenyum, setiap hari EunGi membawakan bekal makan siang untukku. Dia akan memastikanku menghabiskan semua bekal yang dibuatnya baru dia bisa kembali bekerja diruangannya. Tentu saja dengan senang hati aku menghabiskan bekalnya. Dia, yeoja itu, sudah masuk ke dalam hidupku terlalu dalam.
“Hmm, aku membuatkan makanan kesukaanmu Oppa,” ceritanya lagi.
“Jinca?” tanyaku semangat, terlalu senang sepertinya.
“Ne, tteokboki dan kimbap!”
Hatiku mencelos seketika. Tteokboki dan kimbap? Itu makanan kesukaan Sungjin.
Apa kalian tau bagaimana rasanya hidup dibawah bayang-bayang orang yang dicintai oleh yeoja yang kalian cintai? Itu yang kurasakan selama setengah tahun lebih ini.
Selama ini, EunGi masih melihatku sebagai Sungjin. Makanan favoritku, warnafavoritku, kebiasaanku, hobiku. Dia pernah sangat shock mendengarku berbahasa Jepang, karena seingatnya aku tidak bisa bahasa itu sama sekali, tentu saja karena yang ada dipikirannya hanya Sungjin, dan aku tau Sungjin sama sekali tidak bisa bahasa Jepang. Tapi yang paling parah dari semua itu, dia mengganti tanggal ulang tahunku dengan tanggal ulang tahun Sungjin.
Aku, tentu saja hanya bisa diam. Aku tidak sanggup melihatnya menangis dan mengurung diri setiap aku mengingatkannya bahwa aku Sungmin, bukan Sungjin.
“Oppa, yoboseyo?! Kau tidak tidur lagi kan?”
“Ani,” jawabku, kuhilangkan perasaan sakit hati yang sempat menghampiriku, “Aku mandi dulu EunGi-ya..”
“Oke, sampai jumpa di kantor, bye!”
“Ada apa Sungmin-ah?” tanya Eomma tiba-tiba di tengah sarapan, membuyarkan lamunanku.
“Eobso,” jawabku tersenyum padanya.
“Berapa kali harus kukatakan kalau kau tidak bisa membohongi Eommamu ini Sungmin-ah,” ucap Eomma, dia menghentikan makannya. “Ada apa kali ini?”
“Tidak ada apa-apa Eomma,” jawabku.
Eomma menghela napas panjang, “EunGi?” tanyanya tepat sasaran.
Sebenarnya Eomma tau kalau EunGi sering menganggapku sebagai Sungjin, dia pernah mendengar EunGi tidak sengaja memanggilku dengan nama Sungjin saat di kantor.
“Kau tau Sungmin-ah, Eomma sangat menyukai EunGi. Dia wanita yang cantik, baik, sopan, dan sangat perhatian,” ucap Eomma, aku setuju dengannya, “Tapi Eomma tidak bisa melihatmu menderita seperti ini terus-terusan Sungmin-ah..”
“Maksud Eomma?” tanyaku tak mengerti.
“Aku sudah mendiskusikan ini dengan Appamu, lusa EunGi akan dipindahkan ke kantor cabang di Jepang,” jawab Eomma.
“Mwo??” aku tak percaya dengan apa yang barusan kudengar. “Andwae, Eomma!Kenapa kalian memindahkannya?”
“Eomma mau kau tidak usah bertemu lagi dengannya,” tegas Eomma lalu pergi meninggalkanku di ruang makan sendirian.
“Ada apa Oppa?” tanya EunGi menatapku penasaran.
Kami sedang duduk berdua di taman di seberang perusahaan Sendbill, menyantap bekal makan siang yang dibuat EunGi, kebiasaan kami setiap hari.
“Tidak, tidak ada apa-apa,” jawabku, aku tersenyum padanya.
“Cha, ini makanan kesukaan Oppa,” ucap EunGi tersenyum senang saat membuka kotak bekal satu lagi yang sudah disiapkannya.
Tteokboki.
Aku menghela napas panjang, “Aku tidak suka tteokboki, EunGi-ya..”
EunGi menatapku bingung, “Tap..” dia terdiam, tak jadi melanjutkan kalimatnya.
Sedetik berikutnya bisa kulihat perubahan ekspresi di wajah EunGi. Dia menunduk, menggigit bibirnya, air mata sudah tergenang di pelupuk matanya. Kebiasaan yang dia lakukan saat merasa bersalah. “Mian..” gumamnya pelan.
Aku menghapus air mata yang menetes dipipinya, mengangkat wajahnya, membuatnya menatapku. Apa kau selalu melihat Sungjin setiap melihatku?
“Kelihatannya tteokboki ini enak,” ucapku mencairkan suasana, “Boleh kucoba?”
EunGi mengangguk, “Hmm.”
Aku mengambil satu tteokboki dan langsung memakannya, “Mashita,” ucapku jujur, tteokboki ini memang enak. EunGi tertawa, lalu kami kembali bercerita seperti biasa, melupakan kejadian sesaat tadi.
Setelah menghabiskan bekal, kami kembali ke kantor. Setelah menyeberang jalan aku tersadar sepertinya aku meninggalkan handphoneku di taman itu.
“Ada apa Oppa?” tanya EunGi melihatku sibuk memeriksa kantong kemeja dan celanaku.
“Handphoneku,” jawabku, “Sepertinya tinggal di taman tadi.”
“Ayo kita lihat ke taman,” ajak EunGi.
“Ah, tidak, biar aku sendiri,” ucapku, “Kau deluan saja.”
EunGi sepertinya akan bicara lagi, tapi aku buru-buru meninggalkannya. Aku setengah berlari menyeberang jalan yang cukup luas untuk ke taman, tidak terlalu memperhatikan jalan di kananku. Tak kusangka sebuah mobil sedikit oleng berjalan cepat ke arahku dari arah kanan.Terlalu cepat sampai aku tidak sempat mengelak.
Braaak. Hantaman keras melemparkanku menabrak bibir jalan. Aku bisa mencium bau darahku sendiri.
“SUNGJIIIN OPPAAAA!!”
Teriakan itu terdengar cukup jelas di telingaku.
Detik berikutnya, kulihat wajah EunGi bercucuran air mata mendekatiku. Aku menyentuh pipinya setengah sadar, dia mengarahkan pandangannya padaku, menatap mataku.
“Aku Sungmin..” hanya itu kata-kata yang berhasil kuucapkan sebelum semua pandanganku menjadi hitam.
*
“Keumanhe EunGi-ya..” ucap Rye Onnie untuk kesekian kalinya.
Aku masih menangis sesenggukan dipangkuannya. Rye Onnie, satu-satunya sahabatku di Korea dan di perusahaan. Sehari setelah kecelakaan Sungmin Oppa, aku dan Rye Onnie dipindahtugaskan ke Jepang. Aku bahkan tidak diizinkan melihat keadaan Sungmin Oppa di rumah sakit. Menurut Eommanya, akan lebih baik kalau aku tidak melihatnya.
Aku menangis sejadinya mengingat kejadian itu, tatapan mata Sungmin Oppa masih sangat jelas diingatanku. Ucapannya juga terekam dengan baik, aku Sungmin..
“Aku tau, aku tau, aku tauuuu..” teriakku di sela-sela tangisku. Aku tau dia Sungmin Oppa. Aku tau dia bukan Sungjin Oppa.
Rye Onnie membelai rambutku, “Keumanhae EunGi-ya..” bisiknya ikut terisak melihatku.
“Onnie..” panggilku, “Kenapa aku bisa sangat jahat pada Sungmin Oppa?” tanyaku di sela tangisku. “Aku sangat jahaaat…”
“Ohayou EunGi-san,” sapa seorang namja Jepang saat aku duduk di kantin kantormenunggu Rye Onnie.
“Ohayou Kiro-san,” balasku sambil tersenyum, Kiro adalah salah satu teman satu divisiku.
Aku memperhatikan Kiro yang duduk tak jauh dari tempatku duduk, dia sedang berbincang dengan temannya. Bahasa Jepangnya bagus sekali, ah, tentu saja, dia kan orang Jepang.
Hmm, bahasa Jepang, tiba-tiba aku teringat seorang namja yang lancar sekali berbahasa Jepang walaupun dia bukan orang Jepang. Aku tersenyum mengingatnya saat berbicara dengan client kami yang berasal dari Jepang. Ah, Sungmin Oppa, bagaimana kabarmu sekarang?
“Hoii,” sapa Rye Onnie mengejutkanku, “Memikirkan apa?” tanyanya.
Aku menggeleng, “Eobso,” jawabku, lalu perhatianku beralih pada sebuket mawar pink yang dipegangnya. Aku menunjuknya dengan tatapan bertanya.
“Dari Haeda, kau tau dia berulang kali memberikanku mawar,” Rye menjelaskan dengan tak semangat dilemparkannya asal buket bunga itu ke meja, kelihatan sekali dia tidak tertarik pada namja yang bernama Haeda itu.
Aku mengambil buket mawar pink itu, “Yeppo..” gumamku.
“Lihat, mawar pink ini jauh lebih cantik dari pada mawar putih itu!” ucap Sungmin sambil mengambil beberapa tangkai mawar pink, “Kelihatannya lebih ceria dan senang,” tambahnya.
“Tapi mawar putih itu..”
“Shiro, aku belikan kau mawar pink saja,” bantah Sungmin, “Mawar pink itu lebih cocok denganmu, kalian sama-sama cantik, apalagi kalau kau tersenyum,” godanya.
Sedikit kenangan kebersamaanku dengan Sungmin melintas begitu saja dikepalaku. Dulu dia senang sekali memberikanku mawar pink, katanya mawar pink itu ceria, dan agar aku terus menjadi ceria dia selalu memberikanku mawar pink.
“Hmm, Sungmin lagi?” tanya Rye Onnie menyadarkanku.
Aku tersenyum sebagai jawaban iya.
“Sudah 3 bulan berlalu, apa kau tidak ingin menemuinya?” tanya Rye Onnie.
Aku menggeleng, “Aku tidak mau menyakitinya lagi Onnie.”
“Kau jatuh cinta padanya EunGi-ya,” ucap Rye.
“Dulu kupikir begitu, tapi aku terus melihatnya sebagai Sungjin Oppa,” bantahku.
“Kau tau selama di sini kau tidak pernah membicarakan Sungjin sekali pun,” jelas Rye Onnie, “Hanya Sungmin, Sungmin, dan Sungmin..”
“Kau sedang apa?” tanya Rye Onnie begitu masuk ke kamarku dan langsung meringkuk di bawah selimut, karena musim gugur sudah dimulai hawanya terasa lebih dingin dari hari biasa.
“Memesan tiket ke Seoul,” jawabku tanpa mengalihkan pandanganku dari notebookku.
“Kau mau ke Seoul?” tanyanya terkejut, “Kapan?”
“Besok,” jawabku santai, “Hanya beberapa hari,” tambahku, “Sudah musim gugur, aku ingin mengunjungi Sungjin Oppa.”
“Ooh,” gumam Rye Onnie, “Ini,” tiba-tiba Rye Onnie memberikan kotak makanan padaku, “Kau tau si Haeda itu membuatkan tteokboki untukku, dasar aneh dia itu!”
“Tteokboki?” tanyaku semangat lalu membuka kotak makanan itu, aku memperhatikannya lama, tanpa kusadari setetes air mata jatuh saat melihat tteokboki itu.
“Yaaa, wae uro??” tanya Rye Onnie bingung.
“Onnie tau, makanan terakhir yang kubuatkan untuk Sungmin Oppa sebelum kecelakaan itu apa?” tanyaku, “Tteokboki,” jawabku sendiri. “Dia memang tidak terlalu suka tteokboki, tapi menurutnya tteokboki buatanku enak..”
Rye Onnie menepuk-nepuk pundakku, “Harusnya kau menemui Sungmin..” sarannya, lalu membiarkanku menangis.
*
“Sungjin Oppa, annyong,” sapaku lalu meletakkan setangkai mawar merah muda di atas keramik putih yang dingin itu.
“Sudah setahun Oppa,” ucapku, sudah setahun semenjak aku bertemu dengan Sungmin Oppa disini..
“Oppa, apa kau marah jika aku jatuh cinta pada namja lain selain dirimu?” tanyaku, “Seandainya kau jadi aku, apa yang akan kau lakukan Oppa?” tanyaku lagi, hening. “Kau tau Oppa, kenapa aku mengunjungimu tepat di tanggal yang sama seperti tahun lalu?”
Aku terdiam sebentar, merasakan tetesan air mata mengalir dipipiku.
“Aku berharap bisa bertemu dengan Sungmin Oppa hari ini,” akuku, “Aku.. aku.. akumencintainya Oppa..” ucapku lalu tangisku meledak. “Aku tau, aku terlalu bodoh menyadarinya setelah aku kehilangannya Oppa,” ucapku sambil terisak, “Aku bodoh..”
“Kau memang bodoh EunGi-ya,” ucapan seorang namja membuatku terkejut, aku langsung berbalik ke belakang.
Aku berdiri untuk melihatnya lebih dekat, aku menatap matanya. Tatapan mata itu..
“Apa kau masih ingat aku EunGi-ya?” pertanyaan yang sama saat pertama kali kami bertemu disini.
“Sungmin Oppa,” ucapku pasti.
Dia tertawa, “Kali ini kau tidak salah..” ucapnya.
Air mataku langsung mendesak keluar, “Aku tidak akan salah,” ucapku, “Aku tidak akan pernah salah,” tambahku lagi, “Kau Lee Sungmin, makanan kesukaanmu bukan tteokboki, kau suka mawar pink, kau bisa bahasa Jepang, warna kesukaanmu pink, kau suka makanan manis, kau suka bermain gitar, kau bisa martial art, kau suka strawberry, ulang tahunmu 1 Januari.. dan..dan.. dan aku mencintaimu.. Saranghaeyo Lee Sungmin.”
Tepat setelah aku menyelesaikan kalimatku, Sungmin Oppa menarikku, dan langsung menciumku, di bibir.
“Gomawo,” ucapnya, “Terimakasih sudah mengingatku..” aku bisa melihat setetes air mata keluar dari sudut matanya.
“Aku tidak akan pernah melupakanmu Oppa,” kataku.
“Satu lagi yang harus kau ingat tentangku EunGi-ya,” tambahnya, “Aku mencintaimu, sangat mencintaimu, dan tidak akan pernah tidak mencintaimu..”
Aku mengecup bibirnya sekilas, “Na do saranghaeyo, Sungmin Oppa!”
Dia memelukku erat di musim gugur yang dingin itu, hangat, kehangatan yang diberikannya sampai ke hatiku. Musim gugur, tetaplah dihatiku..